Hubungan antardua negara Indonesia-Malaysia belum berlandaskan
solidaritas yang saling mengerti dan menghargai perasaan nasional
masing-masing. Hal ini dibuktikan dengan adanya serangkaian konflik antara
Indonesia-Malaysia selama ini. Semakin hari, seiring dengan terpuruknya
perekonomian Indonesia, Malaysia merasa superior dibandingkan Indonesia
dan rendah dalam memandang
Indonesia.
Hubungan tak baik antara Indonesia dan Malaysia sudah dimulai sejak
pembentukan negara Malaysia yang didukung oleh kolonialisme Inggris. Kala itu
bergema slogan yang sangat kuat: Ganyang Malaysia, yang digelorakan Presiden Sukarno, dalam
rangka memobilisasi dukungan masyarakat Indonesia dalam perang melawan
Malaysia. Semboyan ganyang Malaysia, walaupun sudah sangat lama, tetapi tidak
lekang karena panas dan tidak lapuk karena hujan, ia selalu
diingat ketika muncul persoalan dengan Malaysia. Ganyang Malaysia telah
berada dibawah sadar sebagian masyarakat Indonesia, dan seketika
bisa muncul jika ada masalah dalam hubungan Indonesia-Malaysia. Ungkapan
“ganyang Malaysia” telah menjadi bagian dari pembentuk heroik bangsa Indonesia
dalam menghadapi Malaysia. Presiden Soekarno kemudian mengumandangkan Dwikora
(Dwi Komando Rakyat) yang isinya
• Pertinggi ketahanan Revolusi Indonesia
• Bantu Perjuangan Revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak, dan Sabah untuk menghancurkan Malaysia
• Pertinggi ketahanan Revolusi Indonesia
• Bantu Perjuangan Revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak, dan Sabah untuk menghancurkan Malaysia
Indonesia pun siap mengerahkan segala sumber
daya nasional mulai dari militer sampai kesenian untuk menghancurkan negara
boneka imperialis Inggris: Malaysia.
Akan tetapi periode ini
sudah berakhir: terjadi perubahan orientasi politik dan ekonomi di Indonesia
sejak Orde Baru berkuasa. Permusuhan dihentikan dan hubungan baik dijalankan.
Keduanya bahkan aktif sebagai penjaga kawasan ekonomi dan politik di Asia
Tenggara dan bergabung dalam ASEAN. Terlebih lagi dari segi kultur dan bahasa
memang tak jauh beda antara Indonesia-Malasia. Walau begitu, selalu saja ada
materi konflik yang dimunculkan dan juga terasa tak tuntas dalam
penyelesaiannya. Meski berjiran, hubungan Indonesia dan Malaysia tak selalu
mesra. Sebut saja persoalan tentang perebutan pulau Sipadan dan Ligitan sejak
1967, masalah TKI dan perebutan wilayah teritorial.
Setelah Soeharto lengser
pada Mei 1998, ledakan-ledakan dalam skala lebih besar kembali mengusik
hubungan Indonesia-Malaysia. Persoalan-persoalan yang belum tuntas pada masa
Orba, menjadi pemicu ketegangan. Diawali dengan lepasnya pulau Sipadan dan
Ligitan pada tahun 2002 oleh keputusan Mahkamah Internasional. Hubungan kedua
negara yang diibaratkan dengan abang-adik ini pun kembali memanas. Seperti kita
tahu, persoalan perebutan pulau Sipadan dan Ligitan diserahkan oleh Soeharto
kepada Mahkamah Internasional pada 1997. Belum sembuh dari guncangan atas
kehilangan dua pulau di atas, kembali Malaysia menyulut persoalan dengan
mengklaim Ambalat sebagai wilayah teritorial mereka pada tahun 2005. Negeri
Jiran ini mempersilahkan perusahaan minyak Amerika, Shell untuk melakukan
eksplorasi di laut Sulawesi. Padahal, berdasarkan deklarasi Juanda 1957, pulau
tersebut milik Indonesia. Deklarasi Juanda sendiri pada tahun 1959 telah
diadopsi oleh PBB ke dalam Konvensi Hukum Laut. Dengan demikian, PBB pun
mengakui kepemilikan Indonesia atas pulau itu. Slogan politik "Ganyang
Malaysia" pun kembali populer.
Isu-isu berkaitan dengan
nasionalisme selalu berhasil menaikkan tensi hubungan dua negara. Hal ini dapat
dilihat pada kanyataan bahwa akhir-akhir ini hubungan Indonesia-Malaysia mulai
terpicu oleh berbagai kasus lainnya yang lebih pada isu kemanusiaan, seperti
Manohara, TKW (PRT) yang dianiaya majikannya di Malaysia, dan sampai masalah
klaim Malaysia atas hasil seni budaya kita. Tak urung emosi publik pun semakin
berkobar menanggapi rentetatan kasus tersebut, seolah menantang semangat
“nasionalisme” rakyat yang cinta akan bangsanya. Upaya meredakan ketegangan
antara Indonesia dan Malaysia yang sering terjadi pun merupakan hubungan formal
yang belum mampu memperkuat dan memperluas hubungan interpersonal antarmasyarakat
kedua negara.
Dalam suatu realitas suatu hubungan,
baik hubungan personal maupun interpersonal, nasional maupun internasional,
memiliki beberapa keterkaitan dan ketergantungan satu sama lainnya. Keterkaitan
tersebut memberikan kontribusi yang sangat kuat bagi hubungan pihak-pihak yang
bersangkutan. Namun, ketika kita memahami suatu hubungan antar negara satu
dengan lainnya yang diartikan sebagi hubungan internasional ini, hal-hal yang
mempengaruhi baik dari segi positif maupun negatifnya masih cukup banyak.
Entitas Globalisasi membuat negara-negara menjadi satu dan bergabung membentuk
wadah organisasi yang mana tujuan kedepannya ialah agar dapat tercapainya suatu
bentuk kerjasama regional maupun keamanan bersama.
Masa Orde baru di Indonesia yang
dipimpin oleh Presiden RI ke-2 Soeharto, memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap hubungan luar negeri Indonesia saat itu. Ketika kita memahami Hubungan
Indonesia dengan wilayah negara-negara di Asia Tenggara pada masa orde baru,
suatu bentukan organisasi yang dianggap mampu mendapat respon yang cukup baik
bagi politik luar negeri RI dan sebagai rekonstruksi pembangunan di sektor
ekonomi Indonesia, yang kemudian dikenal dengan ASEAN atau Association
of South-East Asian Nations. Dimana wadah organisasi ini
dipelopori oleh 5 negara pendiri yakni: Indonesia, Malaysia, Singapura,
Filipina, dan Thailand.
Beberapa kontroversi terus menerpa
hubungan Indonesia dengan Malaysia sebelum pemerintahan orde baru muncul.
Seperti yang kita ketahui, pada saat era presiden Soekarno, politik “Ganyang
Malaysia” yang dikeluarkan sebagai senjata untuk memberontak sekaligus
menentang pembentukan persemakmuran Inggris, federasi Malaysia. Malaysia
dinilai sebagai bentuk pengaruh imperialisme barat yang disebarkan oleh
Inggris, dan kemudian, memberikan suatu ide “Konfrontasi” yang bersifat radikal
terhadap kebijakan luar negeri Indonesia yang dikeluarkan presiden Soekarno
pada masa Orde Lama.
Hubungan Indonesia Malaysia yang
pertama kali dikenal dalam konstelasi politik regional, diawali dengan
konfrontasi Indonesia vs Malaysia. Persamaan rumpun (melayu), sejarah,letak
geografis serta persamaan bahasa yang sama
tidak menjadikan Indonesia dan Malaysia menjalin hubungan yang sangat baik dan
berlangsung secara harmonis, bahkan hubungan Indonesia sangatlah buruk ketika
itu. Perbedaan sejarah kolonialisasi membuat Rezim Soekarno atas
ketidakpuasan terbentuknya negara Malaysia pada dekade tahun 1960an.
Penyebarluasan imperialisme barat yang dinilai Soekarno memberikan pengaruh
negatif terhadap kelangsungan negara-negara Asia Tenggara akhirnya membentuk
suatu persepsi dan hubungan yang kurang baik dengan Malaysia.
Pemulihan Hubungan
Indonesia-Malaysia atas konfrontasi yang dibuat oleh Soekarno, diakhiri pada
tahun 1967 dan sekaligus menggantikan posisi pemerintahan Soekarno yang jatuh
karena pemberontakan G-30S PKI, kemudian berganti menjadi pemerintahan Soeharto
yang sekaligus merupakan awal mula dari pemerintahan Orde baru ini. mnya
dicerminkan melalui kembalinya Indonesia dalam kea
Akan tetapi, perjalanan hubungan
diplomatik antarnegara bertetangga memang tidak selalu berjalan mulus dan
lancar. Utamanya Indonesia belakangan ini gencar disinggung oleh klaim
budaya melalui propaganda pariwisata Malaysia. Kemudian, isu Terorisme yang gencar dibicarakan. Isu-isu
perbatasan wilayah (Sipadan dan Ligitan, Ambalat, Sabah dan Serawak),
penampungan kayu-kayu dan , penyelundupan BBM dan sebagainya sehingga hubungan
kedua negara tersebut sangat kurang harmonis. Malaysia dinilai sebagai bangsa
yang sangat melecehkan Indonesia bahkan menginjak-injak harga diri Indonesia.
Dari hal inilah terlihat bahwa hubungan yang terjalin antara Indonesia-Malaysia
tidak berjalan secara harmonis dan tidak mencerminkan suatu hubungan
timbal-balik dalam lingkup geografis yang dapat menghasilkan kerjasama dari
sektor perekenomian maupun militer.
Bulan
Madu hubungan dua negara
Sejak
pergantian pemerintahan di Indonesia, antara Soekarno ke Soeharto pasca
G30S/PKI, terjadi vacuum conflict. Soeharto cenderung melihat Malaysia sebagai
rekanan aliansi yang dapat saling menguntungkan apabila terjalin hubungan
diplomatik yang baik. Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok,
Indonesia dan Malaysia menandatangani perjanjian perdamaian dan pembangunan
kembali hubungan diplomatik yang harmonis dan saling menguntungkan. Perjanjian
akhirnya ditandatangani pada 11 Agustus 1966 di Bangkok.
Pada masa pemerintahan Soeharto dan Perdana
Menteri Malaysia Tun Abdul Razak, hubungan Indonesia-Malaysia sangat mesra,
bagaikan hubungan kakak dan adik. Pada masa itu, hubungan kedua negara
sangat indah dan mesra.
Akan tetapi,
hubungan itu tidak berlangsung lama karena masa pemerintahan PM Malaysia
Tun Abdul Razak hanya berlangsung sekitar enam tahun (1970-1976),
kemudian digantikan Tun Husein On dan Tun Mahathir Mohamad. Pada masa
pemerintahan Tun Mahathir, secara perlahan tapi pasti, terjadi
perubahan dalam hubungan Indonesia-Malaysia, sehubungan pesatnya kemajuan
ekonomi Malaysia di masa pemerintahan Dr Mahathir Mohamad.
Lambat laun
pamor Indonesia sebagai kakak meredup terutama setelah terjadi krisis
perbankan yang melanda Asia Tenggara pertengahan 1997 yang
berlanjut dengan krisis ekonomi, yang menyebabkan terjadi tergantian
rezim di Indonesia.
Kondisi
sosial ekonomi Indonesia yang terpuruk, telah memberi dampak
negatif bagi Indonesia. Apalagi, berlanjut dengan krisis multi dimensi dalam
waktu yang panjang, telah mengakibatkan Indonesia mengalami
penurunan pengaruh dalam percaturan global.
Sementara
Malaysia, walaupun terkena krisis perbankan dan krisis ekonomi, tetapi
dalam waktu yang tidak lama, ekonominya bisa recovery dan bangkit, sehingga tidak terjadi pergantian
rezim.
Dampak dari
itu, generasi baru yang lahir di Malaysia, secara psikologis melihat Indonesia
dibawah Malaysia, karena setiap hari melihat para TKI Penata Rumah
Tangga, buruh bangunan, buruh perkebunan kelapa sawit, dan buruh di
industri (kilang).
Sementara
sebagian masyarakat Indonesia masih bernostagia hubungan kedua
negara pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dan Tun Abdul Razak,
sehingga perubahan yang terjadi dalam hubungan People-to-people (P-to-P) sulit
difahami apalagi diterima.
Konflik
Budaya
Indonesia
dan Malaysia jauh sebelum keduanya merdeka sebagai negara yang berdaulat,
merupakan satu kesatuan wilayah, budaya, sosial, politik dan ekonomi.
Penjajah
telah memisahkan keduanya, paling tidak bermula dari Perjanjian (Traktat)
London 17 Maret 1824 antara Belanda dan Inggris yang membagi wilayah ”
Nusantra” yang disebut di Malaysia “Dunia Melayu”. Isi perjanjian London
itu antara lain bahwa kawasan yang dikuasai Inggris, pentadbirannya diberikan
kepada Inggris dan yang dikuasai Belanda, diserahkan kepada Belanda.
Malaysia
merupakan salah satu wilayah yang dikuasai Inggris, sedang Indonesia dikuasai
oleh Belanda. Kedua wilayah yang dipisahkan oleh penjajah untuk kepentingan
penjajahan, berabad lamanya budaya warisan nenek moyang tetap dilestarikan dan
diwariskan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Bahkan hubungan
kekerabatan dan darah tetap terjaga melalui perkawinan.
Sejarawan
Malaysia Muhammad Takari bin Jijin Syahrial (2009:445) mengatakan bahwa adanya
hubungan kekerabatan dan darah antara Indonesia dan Malaysia. Dia menunjukkan
di Kedah, Perlis, dan Pulau Pinang, banyak migran berasal dari Aceh dan
Sumatera Utara.
Sebaliknya
dibeberapa kawasan di pulau Sumatera terdapat kelompok-kelompok masyarakat
Melayu yang migrasi dari Semenanjung Malaysia, misalnya di pulau Jaring Halus
Sumatera Utara, mayoritas penduduknya ialah keturunan Kedah. Begitu juga
dengan Kampung Pahang, Kampung Perlis, Kampung Perak yang membuktikan adanya
hubungan darah. P. Ramlee, seniman besar Malaysia adalah keturunan Aceh. Begitu
juga Ahmad Jais, nenek moyangnya berasal dari Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Hubungan
darah, kekerabatan dan migrasi penduduk, telah menyebabkan tumbuh dan
berkembangnya budaya yang sama di dua negara.
Tun Abdul
Razak dalam Kongres Kebudayaan Kebangsaan pada 16 Agustus 1971 menegaskan bahwa
“….. nenek moyang bangsa kita yang mendiami rantau Nusantara ini meninggalkan
pusaka kebudayaan yang kaya-raya dan tinggi mutunya. Maka itu, sudah sewajarnya
kita menerima gagasan bahawa kebudayaan yang sedang dibentuk dan dicorakkan itu
hendaklah berlandaskan kebudayaan rakyat asal rantau ini. Bagaimanapun,
patutlah juga kita mengambil unsur-unsur kebudayaan yang datang ke rantau ini
dan membawa pengaruh-pengaruh ke atas semenjak beberapa lama supaya
pengaruh-pengaruh yang bermanfaat dapat menyegarkan dan menentukan corak
kebudayaan Malaysia bagi masa hadapan. Namun, haruslah diingat, dalam
mencari bentuk dan menentukan corak kebudayaan, kita tidaklah melupakan hakikat
masyarakat kita yang berbilang kaum “the reality of our multiracial society.”
Kita hendaklah senantiasa berpadu kepada cita-cita membentuk suatu negara di
mana rakyatnya dari pelbagai kaum dan golongan dapat dijalin dalam satu ikatan
yang padu. Saya percaya selagi kita sedar dan insaf akan hakikat ini, kita
tidak akan melencong dari matlamat mendirikan bangsa yang bersatu.
Membaranya Ketidak-sukaan
Hubungan
Indonesia-Malaysia memburuk akibat Indonesia menganggap upaya pencaplokan
daerah Kalimantan (Borneo) oleh Malaysia. Hal ini dianggap Indonesia sebagai
pelanggaran terhadap Manilla Accord. Sedangkan menurut Malaysia ini merupakan
upaya ikut campur Indonesia terhadap urusan dalam negeri Malaysia. Hal ini
mengakibatkan bangsa Malaysia geram dan melakukan tindakan tidak hormat
terhadap Indonesia. Demonstarn Malaysia membakar foto Bung Karno di depan PM
Tun Abdul Razak. Selain itu, para demonstran juga meneriakkan propaganda lewat
media tentang anti Indonesia.
Kerusuhan meningkat ketike Federasi Malaysia dibentuk pada 16 Sepetember 1963. Kantor keduataan Inggris di Indonesia dibakar, diwaktu yang sama di Kuala Lumpur, massa Indonesia ditangkap dan demonstran Malaysia menyerang kedaulatan Indonesia di Kuala Lumpur. Sedangkan di perbatasan, massa Indonesia berusaha merebut Serawak dan Sabah berkali-kali namun belum membuahkan hasil.
Tahun 1964, pasukan Indonesia menyerang wilayah semenanjung Malaya (Melaka dan selatnya). Komando penyerangan ini dinamakan Komando Mandala Siaga (Kolaga). Kolaga dipimpin oleh Laksamana Udara Omar Dani. Armada ini bersiaga di Bengkayang (Kalimantan Barat), Riau, dan Kalimantan Timur.
Malaysia kemudian terkena dampak security dilemma. Malaysia dibnatu Inggris menyerahkan pasukan SAS (Special Air Service). Pasukan dengan tingkat ketahanan perang ini tentu bukan lawan yang proporsional untuk Indonesia. Pasukan gabungan Inggris dan Australia ini berhasil emmukul mundur kekuatan komandan siaga Indonesia sehingga kontak senjata antara Indonesia-Malaysia berkurang (mereda).
Pada awal tahun 1965, ketika PBB memasukkan Malaysia sebagai satu daintara sepuluh anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia menyatakan keberatan secara diplomatis dan secara frontal memutuskan keluar dari PBB.
Meskipun berani melakukan langkah frontal, Indonesia ternyata juga terjepit dengan keaddan dimana tidak ada Negara yang beraliansi. Australia dan Inggris malah membantu Malaysia mendapatkan kedaulatan yang lebih baik.akhir dari konfrtontasi ini ialah peristiwa pengepungan 68 hari oleh angakatn bersenajata Malaysia terhadap 5000 warga Negara Indonesia. Sejak saat itu, tidak ada lagi kontak senjata antara Indonesia-Malaysia.
Kerusuhan meningkat ketike Federasi Malaysia dibentuk pada 16 Sepetember 1963. Kantor keduataan Inggris di Indonesia dibakar, diwaktu yang sama di Kuala Lumpur, massa Indonesia ditangkap dan demonstran Malaysia menyerang kedaulatan Indonesia di Kuala Lumpur. Sedangkan di perbatasan, massa Indonesia berusaha merebut Serawak dan Sabah berkali-kali namun belum membuahkan hasil.
Tahun 1964, pasukan Indonesia menyerang wilayah semenanjung Malaya (Melaka dan selatnya). Komando penyerangan ini dinamakan Komando Mandala Siaga (Kolaga). Kolaga dipimpin oleh Laksamana Udara Omar Dani. Armada ini bersiaga di Bengkayang (Kalimantan Barat), Riau, dan Kalimantan Timur.
Malaysia kemudian terkena dampak security dilemma. Malaysia dibnatu Inggris menyerahkan pasukan SAS (Special Air Service). Pasukan dengan tingkat ketahanan perang ini tentu bukan lawan yang proporsional untuk Indonesia. Pasukan gabungan Inggris dan Australia ini berhasil emmukul mundur kekuatan komandan siaga Indonesia sehingga kontak senjata antara Indonesia-Malaysia berkurang (mereda).
Pada awal tahun 1965, ketika PBB memasukkan Malaysia sebagai satu daintara sepuluh anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia menyatakan keberatan secara diplomatis dan secara frontal memutuskan keluar dari PBB.
Meskipun berani melakukan langkah frontal, Indonesia ternyata juga terjepit dengan keaddan dimana tidak ada Negara yang beraliansi. Australia dan Inggris malah membantu Malaysia mendapatkan kedaulatan yang lebih baik.akhir dari konfrtontasi ini ialah peristiwa pengepungan 68 hari oleh angakatn bersenajata Malaysia terhadap 5000 warga Negara Indonesia. Sejak saat itu, tidak ada lagi kontak senjata antara Indonesia-Malaysia.
Hasil survei Lembaga Survei Nasional di 33 Provinsi dari 20-29 Agustus 2009 dengan metode multi stage random sampling terhadap 2.178 responden dan margin error 2,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen, menyebutkan sebanyak 32 persen masyarakat Indonesia menginginkan putus hubungan dengan Malaysia. 40 persen mendesak pemerintah bersikap lebih tegas kepada Malaysia. Hanya 16 persen yang mendesak supaya hubungan dengan Malaysia ditingkatkan.
Selain itu,
hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dengan metode multi stage random
sampling dengan 1,000 responden, sebanyak 67,5 persen publik Indonesia
mempersepsikan hubungan Indonesia selama ini sangat buruk. Sangat baik 21,9
persen, tidak jawab 10,5 persen.
Hasil survei
Sydney’s Lowy Institute tahun 2012, yang dilakukan seluruh Indonesia kecuali
Maluku, Papua dan Papua Barat. Usia responden 17 ke atas, negara yang dianggap
ancaman adalah Malaysia (63 persen), Amerika Serikat (19 persen), China,
Australia, dan Singapura 12 persen.
Terakhir,
hasil survei Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia tahun 2010
bahwa dari 250 mahasiswa, menyebutkan bahwa sebanyak 69 persen menempatkan
Malaysia sebagai ancaman utama Indonesia di era globalisasi
Dari hasil
berbagai survei tersebut dapat dikemukakan bahwa tingkat ketidak-sukaan
sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap Malaysia sangat tinggi.
Besarnya tingkat ketidak-sukaan terhadap Malaysia merupakan bom waktu karena
pada umumnya yang tidak suka kepada Malaysia adalah dari kalangan muda
Indonesia.
Pemecahan
Masalah
Besarnya
perasaan tidak suka terhadap Malaysia dan adanya perasaan terancam dari
Malaysia, tidak boleh dianggap sebagai angin lalu dan dibiarkan seperti
selama ini.
Menurut
saya, diperlukan upaya yang serius dan terus-menerus untuk memecahkan
masalah yang mengancam hubungan kedua negara. Pertama, mencari akar masalah yang membuat
sebagian bangsa Indonesia tidak suka terhadap Malaysia. Akar masalahnya
memang kompleks tetapi harus ada upaya untuk memecahkannya melalui dialog
seperti sengketa budaya harus ada dialog untuk menemukan titik persamaan
pandangan antara P-to-P, dan G-to-G supaya masalah ini tidak menjadi bola liar
yang merusak hubungan kedua bangsa. Begitu juga masalah TKI, harus ada
upaya untuk mencegah dan mengurangi perlakuan kurang manusiawi terhadap TKI,
misalnya dengan membentuk Lembaga Monitoring TKI dan Majikan di Malaysia.
Kedua, lakukan pendekatan dengan masyarakat kampus, NGO,
budayawan, dan kelompok-kelompok kritis terhadap Malaysia melalui berbagai
program kegiatan. Maka, sebaiknya pemerintah Malaysia menyediakan dana
yang cukup untuk membiayai kegiatan tersebut.
Untuk menghilangkan kecurigaan, maka para alumni dari Malaysia dapat memainkan peran yang konstruktif untuk meluruskan persepsi negatif terhadap Malaysia. Selain itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Malaysia, dapat dilatih untuk menjadi duta untuk mengharmoniskan hubungan P-to-P dan P-to-G Malaysia.
Untuk menghilangkan kecurigaan, maka para alumni dari Malaysia dapat memainkan peran yang konstruktif untuk meluruskan persepsi negatif terhadap Malaysia. Selain itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Malaysia, dapat dilatih untuk menjadi duta untuk mengharmoniskan hubungan P-to-P dan P-to-G Malaysia.
Ketiga, pemerintah Malaysia, harus lebih aktif lagi
membangun hubungan dengan media di Indonesia. Lakukan kegiatan yang bisa
mendekatkan hubungan harmonis dengan wartawan seperti coffee morning
sebulan sekali untuk membangun komunikasi dan keakraban.
Keempat, pemerintah Malaysia sebaiknya
semakin meningkatkan lobby dengan para pimpinan partai politik dan para
anggota parlemen Indonesia khususnya Komisi l DPR RI.
Hubungan yang dibangun tidak hanya formal, tetapi akan lebih baik jika bersifat kekeluargaan.
Hubungan yang dibangun tidak hanya formal, tetapi akan lebih baik jika bersifat kekeluargaan.
Kelima, manfaatkan para alumni dari Malaysia menjadi
duta Indonesia-Malaysia untuk mengurangi dan menghilangkan ketidak-sukaan
terhadap Malaysia. Selain itu, partisipasikan para alumni dari Malaysia
dalam investasi Malaysia di Indonesia. Begitu juga dalam membangun
kerjasama dibidang ekonomi, budaya, sosial dan lain sebagainya.
Kesimpulan
Sejarah
seakan lalu terulang, jika manusia tidak mau belajar dari
sejarah. Indonesia pernah berperang dengan Malaysia, dan sejarah itu bisa
terulang.
Untuk
mencegah terulangnya sejarah kelam dalam hubungan Indonesia-Malaysia, jangan
memandang remeh dan menganggap sepele bahwa tidak apa-apa dalam hubungan kedua
bangsa ini. Menurut saya sangat serius karena yang membenci dan
menganggap Malaysia sebagai ancaman, pada umumnya adalah dari kalangan
muda Indonesia yang berpendidikan.
Oleh karena
itu, berbagai persoalan yang selalu menimbulkan masalah dalam hubungan kedua
negara harus dipecahkan. Selain itu, sudah saatnya dilakukan perubahan
paradigma dalam menjalankan diplomasi dengan lebih menukik kepada soft
power approah pada P-to-P dengan mendayagunakan
seluruh potensi alumni dari Malaysia untuk membangun new approah dalam bidang
ekonomi, budaya, sosial, politik dan pertahanan dalam upaya mewujudkan
hubungan dua bangsa yang mesra, saling menghormati, tolong-menolong,
saling melindungi dan saling memajukan dalam berbagai bidang.
0 komentar:
Posting Komentar